SELAMAT DATANG DI SITI AMINAH BLOG, SEMOGA BERMANFAAT


Kamis, 19 Desember 2013

makalah otonomi daerah



BAB II
PEMBAHASAN
A.   OTONOMI DAERAH

1.    Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.    Latar Belakang Lahinya Otonomi Daerah Dalam Pendidikan
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Otonomi Daerah mengisyaratkan kepada kita semua mengenai kemungkinan-kemungkinan pengembangan suatu wilayah dalam Susana yang lebih kondusif dan wawasan yang lebih demokratis. Termasuk pula didalamnya, berbagai kemungkinan pengelolaan dan pengembangan bidang pendidikan. Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada yang lebih bersifat desentralistik.2
Pemerintah pusat, sebagai pihak eksekutif, yang ditugaskan DPR RI untuk menjalankan  undang-undang otonomi di atas, berusaha agar tidak terdapat daerah yang menyikapi kondisi ini, secara ‘’muncrat’’ liar tidak terkendali, atau menglir dengan derasnya di luar jalur yang ada sehingga menghantam habis setiap rintangan. Kondisi yang di jelaskan terakhir sering di sebut dengan istilah reformasi yang ‘’kebablasan’’.
Tilaar bahkan memperrtegas bahwa desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Menurutnya, ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan. Ketiga hal tersebut adalah: (a) pembangunan masyarakat demokrasi; (b) pengembangan social capital; (c) peningkatan daya saing bangsa. Ketiga hal tersebut sudah lebih dari cukup untuk dijadikan alasan mengapa desentralisasi pendidikan harus dilakukan oleh bangsa indonesia
 

2H.A.R. Tilaar.Membenahi Pendidikan Nasional. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 20.
3.    Wajah Pendidikan Islam Pada Otonomi Daerah
 Sebenarnya, masih banyak dearah di Indonesia ini yang tidak atau belum siap untuk menerima berbagai kewenangan, termasuk menjalankan kewenangan bidang pendidikan islam  ini. Alasan yang sering terdengar yang digunakan oleh daerah tersebut, diantaranya; (a) sumber daya manusia belum memadai; artinya berhubungan dengan kualitas dan kuantitas. Terdapat daerah tertentu yang kualitas SDM-nya belum dapat dengan baik memahami dan menganalisis konsep desentralisasi pendidikan. Demikian pula halnya yang berkaitan dengan kuantitas, daerah mereka melihat bahwa dari segi kuantitas merreka masih sangat terbatas. (b) Sarana dan prasarana merreka belum tersedia; hal ini berhubungan erat dengan ketersediaan dana yang ada disetiap dearah. Selama ini mungkin-mungkin daerah tertentu asyik dan terlena dengan sistem ‘dropping’ yang diterapkan oleh pemerintah pusat. (c) anggaran pendapatan asli daerah mereka sangat rendah; Pembiayaan pembangunan yang mereka lakukan selama ini banyak ditunjang oleh pusat atau provinsi. PAD mereka masih sangat rendah. Oleh karena itu, jika memungkinkan mereka masih berrharap dapat diberi kesempatan untuk menunda pengimplementasian kebijakan tersebut. (d) secara psikologis, mental merreka terhadap perubahan belum siap; Hal ini tidak tertutup akan terjadi pada sebagian aparat atau masyarakat di daerah tertentu. Ketakutan akan masa depan yang diakibatkan oleh perubahan yang terjadi, membuat mereka tidak siap secara mental menghadapi perrubahan tersebut.
Untuk menjamin kesempatan memperoleh pendidikan islam  yang merata disemua kelompok strata dan wilayah tanah air sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya perlu strategi dan kebijakan pendidikan, yaitu : [a] menyelenggarakan pendidikan islam yang relevan dan bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, [b] menyelenggarakan pendidikan islam yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, [c] menyelenggarakan proses pendidikan islam secara profesional sehingga tidak mengorbankan mutu pendidikan,  [d] memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan masyaraka.3
 

3Menurut Muchtar Bukhori, seorang pakar pendidikan Indonesia,  menilai bahwa kebijakan pendidikan kita tak pernah jelas. Pendidikan kita hanya melanjutkan pendidikan yang elite dengan kurikulum yang elitis yang hanya dapat ditangkap oleh 30 % anak didik”, sedangkan 70% lainnya tidak bisa mengikuti.  Dengan demikian, tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, relevansi pendidikan, efesiensi pendidikan, dan  pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, belum terjawab dalam kebijakan pendidikan kita. Kondisi ini semakin mempersulit mewujudkan pendidikan yang egalitarian dan SDM yang semakin merata .
Pendidkan islam di indonesia seperti model pendidikan yang berbasis masyarakat seperti yang di contohkan pesantren,madrasah yang memiliki kurikulum sendiri, mengusahakan pendanaan sendiri, dan melayani kebutuhan masyarakatnya.
4.      Peran Pemerintah Dalam Melaksanakan Pendidikan pada otonomi    daerah
pemerintah masih saja mempertahankan bentuk-bentuk kewenangan di dunia pendidikan. Hal ini terlihat jelas pada peraturan pemerintah Republik Indonesia No 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah  dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi, khususnya pada pasal 2, butir 11, bidang pendidikan tercantum 10 butir kewenangan yang masih di pegang oleh pemerintah pusat, diantaranya terdapat tujuh hal yang penetapannya masih di genggam oleh pusat. Kewenangan lainnya berhubungan dengan pemanfaatan hasil penelitian, pengaturan dan pengembangan pendidikan jarak jauh, serta sekolah internasional. Termasuk pula di dalamnya melakukan pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra indonesia. Mengenai tujuh hal yang penetapan nya masih di bawah kewenangan pusat, di antaranya berhubungan dengan standar kompetensi siswa serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian secara nasional; standar materi pelajaran pokok; gelar akademik; biaya penyelenggaraan pendidikan; penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa/mahasiswa; benda cagar budaya dan kalender akademik.[1]
Desentralisasi pendidikan memberikan peluang kekuasaan yang cukup kuat dan besar bagi kepala dinas pendidikan. Hal ini membuka peluang bagi terciptanya raja-raja kecil di daerah, khususnya keika kontrol pemerintah provinsi dan pusat tidak lagi berperan mengambil keputusan, dengan demikian, para kepala dinas pendidikan pemerintah kota atau kabupaten tersebutlah yang secara individual memiliki kekuasaan dan wewenang dalam mengambil keputusan desicion making.
5.    Peran Pendidikan Islam Pada Otonomi Daerah
Pembukaan UUD 1945 yang menyuratkan tujuan pendidikan nasional adalah membentuk warga negara yang cerdas mandiri    dengan dilandasi  takwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Ketetapan ini menjadi kekuatan utama dalam merealisasikan pendidikan berbasis masyarakat  yang jelas-jelas menitik beratkanpada upaya pemberdayaan masyarakat agar terlatih kecerdasn nya.
Bentuk pendidikan berbasis masyarakat yang masih ada dan tetap eksis saat ini, bahkan menjadi model pendidikan yang cukup trend adalah salah satu nya madrasah dan pesantren.
6.    Analisa Terhadap Pelaksanaan Otonomi Pendidikan Daerah
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.
Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampailimabelas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan  Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.4



 
4William N. Dunn. Analisa kebijakan public (Alih Bahasa: Muhajir Darwin).Yogyakarta: hannindita.
pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat  harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.


[1] Lihat lampiran 3 tentang PP No. 25  tahun 2000 pada E. Mulya. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: Rosdakarya, 2002) hlm. 194-214

Tidak ada komentar:

Posting Komentar